![]() |
Boss Bergendhaal Koffie ikut menyortir kopi |
Pandangan orang pada umumnya bahwa seorang boss selalu diimajinasikan
sebagai seseorang yang berada dibelakang sebuah meja mewah. Dengan meja
yang sedemikian itu, dianggap orang yang berada dibelakang meja itu
memiliki wibawa. Mungkin asumsi meja mewah terkait dengan wibawa cocok
ditujukan kepada pejabat politik atau birokrasi, meskipun keberadaannya
dibelakang meja itu dalam posisi sebagai “buruh rakyat.”
Tempat kerja atau biasa disebut kantor, barangkali bisa berbeda antara
satu profesi dengan profesi yang lain. Bagi seorang politisi dan pejabat
negara (birokrasi), kantornya berada dalam sebuah gedung yang dibangun
oleh negara. Sebaliknya, bagi seorang usahawan, kantornya bisa juga
berada dalam sebuah gedung, namun tidak jarang berada di sebuah gudang
kumuh.
Dari gudang kumuh itu proses produksi berlangsung. Kemudian, proses
produksi itu memberi lapangan kerja kepada sejumlah orang. Fakta itulah
yang dibuktikan oleh boss Bergendaal Koffie, sebuah perusahaan yang
mengelola cafe dan industri pengolahan kopi arabika. Haji Yusrin selaku
boss usaha pengolahan kopi ini tidak berkantor dalam sebuah ruang mewah
dengan meja berkilau, tetapi dia memimpin perusahaannya dari sebuah meja
sortasi.
Meja sortasi merupakan sebuah meja kayu ukuran 60×120 cm yang digunakan
untuk menyortir biji kopi yang baru dipetik oleh para petani. Setiap
pagi sampai sore hari, boss Bergendaal Koffie itu duduk dibelakang meja
sortir ditemani secangkir espresso. Dengan suasana riang, dia melakukan
pemisahan biji kopi yang masak sempurna dengan biji yang masih hijau
atau setengah masak.
Aktivitas ini terpaksa dilakukan sendiri oleh seorang boss karena dia
ingin memastikan bahan baku kopi arabika yang akan dijadikan coffee
roasted nantinya, bebas cacat dan 100% sempurna. Menurut pengalamannya,
dari bahan baku kopi arabika yang masak sempurna akan menghasilkan bubuk
kopi yang kaya cita rasa dan aroma. Pekerjaan menyortir bahan baku
sampai menghasilkan green bean tetap dilakukannya sendiri. Soalnya, jika
salah menyortir akan menghasilkan coffee roasted yang cacat rasa.
Haji Yusrin, seorang pensiunan yang memiliki sepetak kebun kopi di Desa
Simpang Teritit Kabupaten Bener Meriah Aceh. Seiring dengan tingginya
permintaan coffee roasted, kini dia telah beralih profesi menjadi
seorang peracik kopi arabika Gayo. Produknya dikenal dengan merek
Bergendaal Koffie. Dengan standar cita rasa yang konsisten, produk
coffee roasted menjadi bahan baku untuk Borbon Cafe di Lhokseumawe,
Rully Cafe Kiliranjao Sumbar dan Coffee d’Aceh di Cimanggu Bogor.
Produk coffee roasted Haji Yusrin juga diorder oleh beberapa cafe di
Langsa, Banda Aceh, Medan, Batam, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
dan Surabaya. Menurut Haji Yusrin, setiap minggu dia memasok 20 Kg
coffee roasted ke Kuala Lumpur. Seorang pengusaha cafe dari Jepang
meminta Haji Yusrin menyediakan 6 ton coffee roasted, namun belum mampu
dipenuhi karena petani belum panen.
“Stok biji kopi green bean yang
tersedia di gudang hanya sebanyak 2,5 ton,” ungkap Haji Yusrin.
Kemampuan produksi coffee roasted dari industri Haji Yusrin hanya
sebanyak 50 kg per hari, karena masih tergolong industri rumah tangga.
Namun omsetnya per bulan mencapai Rp.500 juta. Dengan omset yang lumayan
besar ini, dia mampu menggaji beberapa orang tenaga kerja.
Pastinya, usaha coffee roasted milik Haji Yusrin telah berhasil
menampung sebanyak 10 orang tenaga kerja, dan nilai jual kopi ditingkat
petani secara otomatis naik.
“Usaha ini awalnya untuk menampung produk
kopi keluarga, alhamdulillah sekarang sudah mampu menampung kopi para
petani di Desa ini,” jelas pelopor usaha coffee roasted di Bener Meriah
dan Aceh Tengah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar