Hamparan tanaman kopi di Dataran Tinggi Gayo |
Sensasional,
barangkali itulah ungkapan yang terlontar saat orang membaca judul
tulisan ini. Apapun komentar pembaca, itulah
fakta yang sebenarnya. Sebanyak 66.101 kepala keluarga yang bekerja
sebagai petani kopi arabika, tidak pernah berhenti merawat, menaman dan
merehabilitasi semua tanamannya.
Bertepatan
dengan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional yang
jatuh pada tanggal 28 Nopember lalu, para petani tersebut mendapat tugas
tambahan untuk menanam kembali sebanyak 850.000 batang tanaman
kehutanan. Kegiatan itu tidak terlepas dari upaya menyukseskan program
nasional yang bernama Penanaman Satu Milyar Pohon.
Pohon
apakah yang telah ditanam para petani itu sehingga jumlahnya mencapai
124 juta pohon? Mereka telah menanam pohon kopi dan lamtoro sebagai
pohon pelindung di ladang-ladangnya. Sesungguhnya kopi merupakan tanaman
kehutanan yang tingginya bisa mencapai 9 m sebagaimana ditemukan
pertama sekali di hutan-hutan Ethiopia.
Untuk
memudahkan pemetikan, para petani memangkas (membonsai) pohon kopi,
sehingga tingginya tinggal 1,5 sampai 2 meter. Pemangkasan itu harus
dilakukan, salah satunya untuk memudahkan mereka memetik hasilnya.
Namun, kalau dilihat tegakan pohon kopi persis seperti tegakan pohon di
hutan hujan tropis dengan cover dan tajuknya mampu menutupi permukaan
tanah dibawahnya.
Petani
Gayo adalah petani kopi arabika yang bermukim di Kabupaten Aceh Tengah
yang memiliki luas lahan mencapai 48.000 hektar, lalu petani Bener
Meriah dengan lahannya seluas 39.490 hektar dan petani Gayo Lues dengan
lahan seluas 7.800 hektar. Total lahan tanaman kopi yang dimiliki oleh
66.101 KK petani di tiga kabupaten itu mencapai 95.520 hektar. Untuk
setiap hektar, terdapat 1.300 tegakan pohon kopi dan pohon pelindung
(lamtoro).
Dengan
demikian, total tegakan pohon yang terdapat di ladang-ladang mereka
sebanyak 95.520 x 1.300 = 124.176.000 pohon (tanaman kopi arabika dan
lamtoro). Setiap pohon kopi dan lamtoro diperkirakan mampu menyimpan
karbon sebanyak 25 ton/hektar/pertahun, maka estimasi serapan karbon
oleh 124.176.000 batang pohon tersebut mencapai 2.382.250 ton CO2 per
tahunnya.
Itulah
prestasi yang telah dicapai para petani kopi arabika di Dataran Tinggi
Gayo, disamping telah berhasil memasok devisa melalui ekspor kopi
arabika Gayo. Bukankah sudah sepantasnya kita beri apresiasi kepada
mereka? Bagaimana bentuk apresiasinya? Salah satunya dengan membeli atau
mengkonsumsi produk kopi arabika Gayo yang kini telah memiliki
sertifikat Indikasi Geografis.
Dengan demikian, secara tidak langsung kita telah mendorong mereka untuk terus
menanam dan merawat tegakan pohon kopi. Jika semua lahan kritis telah
mereka tanami dengan kopi dan lamtoro, selamatlah kawasan hutan kita.
Kuncinya: mencintai produk dalam negeri berarti ikut mendukung
kebangkitan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar