![]() |
Dua Gadis bule menumbuk kopi |
Sensasi kopi arabika gayo memang luar biasa. Sampai-sampai dua gadis
bule asal Polandia, Joanna Niedzialek dan Bogumila Jablecka terobsesi
untuk belajar menumbuk kopi. Selama ini mereka sudah terlanjur “jatuh
cinta” kepada aroma kopi arabika gayo. Mereka hanya mengenal nama besar
kopi arabika gayo, tetapi belum kenal proses pengolahannya.
Kisahnya begini, setelah saya mengantar dua wisatawan asal Polandia itu ke pondokan Aman Shafa di Desa Paya Serngi Aceh Tengah, Jumat sore (21/1/2012) lalu, ternyata
mereka tidak langsung tidur meski sudah kelihatan sangat lelah. Menurut
Aman Shafa yang saya temui tadi, Kamis (26/1/2012) di cafe cornernya, kedua
gadis Polandia yang sedang mengambil program studi Bahasa Indonesia di
Unkris Petra itu, ternyata minta diajarkan cara mengolah kopi.
Malam itu, Aman Shafa bersama isterinya terpaksa menyediakan alu dan
lesung kayu ukuran kecil, alat tampi (tampah), serta sekitar setengah
kilogram gabah kopi luwak. Setelah Aman Shafa mengajarkan cara menumbuk
gabah kopi, kedua gadis itu mulai mencoba pekerjaan petani kopi di
Dataran Tinggi Gayo. Dengan alu pendek dan lesung kecil yang terbuat
dari kayu, Joanna terus menumbuk kopi. Selesai ditumbuk oleh Joanna,
Bogumila menampi kopi itu untuk memisahkan ampas kulit tanduk dari green
bean.
![]() |
Menampi biji kopi |
Menurut Aman Shafa, pekerjaan menumbuk kopi menggunakan lesung kayu
biasanya membutuhkan waktu hanya 30 menit. Namun kedua gadis asal
Polandia itu menghabiskan waktu sampai satu jam. Ketidakbiasaan menumbuk
kopi menyebabkan alunya lebih sering tertumbuk ke bibir lesung sehingga
kopinya bertumpahan ke lantai.
“Pemandangan yang sangat lucu melihat
dua gadis bule sedang memungut biji kopi dari lantai rumah,” kata Aman
Shafa tertawa.
Demikian juga yang dilakukan Bogumila, saat menampi gabah kopi yang
sudah ditumbuk Joanna terlihat sangat lucu. Badan Bogumila ikut bergerak
seperti orang yang sedang menari mengikuti irama alat tampi.
Seharusnya, saat menampi hanya kedua tangan yang bergerak. Akibat aksi
dua gadis bule itu, debu ampas kopi berterbangan memenuhi ruang keluarga
di pondokan Aman Shafa. Debu itu bisa menyebabkan batuk, tetapi mereka
kelihatan tidak berusaha untuk menutup hidungnya.
Dengan cara menampi seperti itu, tentu saja sejumlah biji kopi
bertumpahan ke lantai. Namun, dengan telaten mereka mengutip kembali
satu persatu kopi yang berserakan itu. Pada akhirnya, sekitar pukul
23.00 WIB, mereka dapat menyelesaikan pekerjaan menumbuk kopi secara
tradisional.
“Mereka kelihatan tidak capek, tetapi sangat gembira bisa
menuntaskan pekerjaan yang biasanya dilakukan para petani kopi,” ungkap
Aman Shafa.
Kepada Aman Shafa, Joanna mengakui bahwa selama ini mereka hanya
mengetahui kopi itu adalah yang sudah diroasting (sudah disangrai).
Jenis itu yang sering mereka lihat di cafe-cafe Eropa. Mereka tidak
pernah membayangkan, ternyata begini sulitnya para petani mengolah biji
kopi, mulai dari buah chery (biji merah) diolah menjadi gabah, dijemur
sampai kering, lalu ditumbuk sampai menjadi green bean, kemudian dijemur
lagi. Jadi sangat wajar jika harga kopi itu mahal, kata mereka kepada
Aman Shafa.
![]() |
Di ladang kopi |
Untuk melengkapi pengalaman mereka dalam bidang perkopian, besok
paginya, Aman Shafa mengajak mereka meninjau kebun kopi penduduk yang
berada di sekitar pondokan itu. Joanna sangat kaget saat mengetahui
bahwa tinggi pohon kopi sampai 1,70 meter. Sebelumnya dia berpikir,
tanaman kopi itu hanya sejenis tanaman kacang-kacangan yang tinggi
batangnya sekitar 10 cm.
“Mereka pikir tanaman kopi itu sejenis kacang
kedelai,” kata Aman Shafa.
Sebelum melanjutkan perjalanannya ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)
di Aceh Tenggara, mereka berjanji kepada Aman Shafa akan kembali lagi
ke Takengon pada musim liburan mendatang. Obsesinya sederhana, mereka
ingin memetik kopi bersama petani. Aman Shafa sampai geleng-geleng
kepala melihat tekad mereka yang begitu perhatian terhadap kopi arabika
gayo.
“Sebelumnya mereka memang sudah dapat informasi bahwa kopi arabika
gayo sebagai salah satu kopi terbaik di dunia, malah Joanna termasuk
pengopi berat” jelas Aman Shafa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar